Komisi Pemberantasan Korupsi kembali memeriksa mantan bendahara umum Partai Demokrat M Nazaruddin terkait korupsi pembangunan proyek Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional di Bukit Hambalang, Jawa Barat. "Saya datang untuk menjelaskan soal Hambalang tentang siapa aktor sebenarnya, akan diberikan bahan-bahannya," kata Nazaruddin sebelum masuk ke gedung KPK Jakarta, Rabu.
Nazaruddin sudah menjadi terpidana kasus suap wisma atlet SEA Games 2011 dengan hukuman 4 tahun 10 bulan penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 4 bulan kurungan karena sebagai anggota DPR saat itu ia terbukti menerima suap Rp4,6 miliar dari PT Duta Graha Indah sebagai pemenang tender proyek Wisma Atlet.
''Proyek Hambalang itu bisa berjalan karena ada sertifikat tanah, siapa yang membereskan sertifikat? Itu karena mas Anas menemui Joyo, yang disuruh adalah Pak Mulyono setelah makan di restoran Niponkan," tambah Nazaruddin
Joyo yang ia maksud adalah mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional Joyo Winoto, sedangkan Mulyono adalah Ignatius Mulyono selaku Ketua DPP Partai Demokrat sekaligus anggota Komisi II DPR. "Baru satu minggu setelah itu sertifikat keluar sehingga proyek dapat berjalan, jadi di sini ada peran mas Anas dan Andi Malarangeng karena Andi memerintahkan Wafid (Muharam)," ungkap Nazar. Ia juga menilai bahwa audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan mengenai Hambalang ditutupi. "Sebenarnya BPK terlampau menutupi karena peran Anas tidak dimasukkan, saya lihat ada intervensi kepada BPK, padahal aktornya jelas, Anas dan Andi," ungkap Nazaruddin. Ketua BPK Hadi Purnomo pada Kamis (31/10) mengungkapkan nilai kerugian negara karena proyek Hambalang adalah Rp243,6 miliar dengan rincian selisih pembayaran uang muka senilai Rp116,9 miliar ditambah kelebihan pembayaran atau pemahalan harga pelaksanaan konstruksi hingga Rp126,7 miliar yang terdiri atas mekanikal elektrikal sebesar Rp75,7 miliar dan pekerjaan struktur sebesar Rp51 miliar. Dalam laporannya, BPK menyatakan bahwa Menpora diduga membiarkan Sekretaris Kempora (Seskempora) melaksanakan wewenang Menpora dan tidak melakukan pengendalian dan pengawasan atas tindakan Sesmenpora yang menandatangani surat permohonan persetujuan kontrak tahun jamak tanpa memperoleh pendelegasian dari Menpora. Pembiaran Menpora, menurut laporan itu juga diduga terjadi pada tahap pelelangan yaitu ketika Sesmenpora menetapkan pemenang lelang konstruksi dengan nilai kontrak di atas Rp50 miliar tanpa memperoleh pendelegasian dari Menpora. Sesmenpora juga diduga melakukan penyimpangan terhadap revisi RKA-KL tahun anggaran 2010, dengan mengajukan permohonan revisi Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL) 2010 dengan membuatkan volume keluaran yang berbeda dari seharusnya karena volume keluaran dinaikkan dari 108.553 meter persegi menjadi 121.097 meter persegi, padahal sebenarnya, volume tersebut turun menjadi 100.398 meter persegi. Terkait kontrak tahun jamak, Menteri Keuangan disebut menyetujui kontrak tahun jamak dan Dirjen Anggaran menyelesaikan proses persetujuan kontrak tahun jamak setelah melalui proses penelaah secara berjenjang secara bersama-sama padahal, kontrak tahun jamak itu diduga melanggar PMK 56/PMK.02/2010. Dirjen Anggaran juga menetapkan RKA-KL Kempora 2011 dengan skema tahun jamak sebelum penetapan proyek tahun jamak disetujui. Menpora saat proyek tersebut dibangun adalah Andi Malarangeng, sedangkan Seskemenpora pada 2010 dijabat Wafid Muharram yang telah divonis 3 tahun penjara oleh pengadilan tipikor, bahkan diperberat menjadi 5 tahun penjara oleh putusan kasasi Mahkamah Agung.
0 Response to "KPK kembali Periksa Nazaruddin"
Post a Comment
Terima kasih telah berkunjung di Bestmechanic.blogspot.com semoga apa yang anda baca bermanfaat. Silahkan bergabung dengan Bestmechanic.blogspot.com dengan cara klik SUKA dalam LIKE BOX. dan saya tunggu kritik dan sarannya. Terima kasih.